PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Saat ini semua orang tua di Indonesia dilanda kekawatiran luar biasa, ketika isu bahaya susu formula mengandung Sakazakii sedang marak.
Semua orang tua rajin berburu internet untuk mencari daftar merek susu terkontaminasi Sakazakii. Dokter sering menerima pertanyaan orangtua apakah sebaiknya susu diganti tajin? Bahkan saat beredar isu yang tidak bertanggung jawab menyebut merek susu tertentu, padahal secara resmi IPB, BPOM dan Menkes belum mengumumkan merek susu itu. Merek apa sajakah susu yang tercemar bakteri Sakazakii ?
Sebenarnya, pertanyaan tersebut tidak perlu terjadi kalau mengetahui bahwa sebenarnya semua susu bisa beresiko mengandung susu berbakteri setiap saat mulai dari jaman dulu hingga detik ini.
Menurut WHO dan FDA semua susu formula tidak steril dan berisiko terkena bakteri termasuk sakazakii. Tetapi tidak usah panik, bakteri tersebut tidak berbahaya seperti yang diduga dan akan mati dengan suhu pemanasan 70 derajat Celsius.
Meski saat ini belum diumumkan, kalaupun jadi diumumkan susu yang lain belum tentu bebas bakteri. Karena saat pemeriksaan itu normal tetapi dikemudian hari tidak menjamin aman bakteri.
Jadi, sebaiknya para orangtua tidak perlu khawatir mencari merek susu yang berbakteri karena semua susu pada dasarnya tidak steril dan berisiko mengandung bakteri tetapi tidak berbahaya.
Orangtua harus mewaspadai dengan pencegahan paling ampuh membunuh bakteri itu dengan mencampur air panas 70 derajat celcius. Justru masyarakat jangan terkecoh oleh berbagai isu yang tidak bertanggung jawab yang dilemparkan pihak tertentu demi kepentingan pribadi.
Pengadilan dan mahkamah Agung memutuskan bahwa pihak IPB sebagai peneliti, BPOM (Balai Pengawasan Obat dan makanan) atau Kementerian Kesehatan untuk segera mengumumkan susu yang tercemar bakteri. Masalah ini timbul karena temuan para peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) mengenai adanya Enterobacter sakazakii (E. sakazakii) dalam susu formula anak-anak dan bubur bayi, cukup menghebohkan masyarakat beberapa bulan yang lalu.
Berbagai pihak mulai bersuara keras, diantaranya YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Komisi Nasional perlindungan Anak bahkan ketua Ikatan Dokter Indonesia mendukung dan mengecam keras pemerintah untuk mematuhi keputusan pengadilan negeri tersebut. Suara keras tersebut demi menyelamatkan nyawa jutaan anak Indonesia. Tetapi pihak peneliti dan menteri kesehatan karena berbagai tetap bersikukuh bahwa penelitian tersebut belum perlu diumumkan.
Penelitian susu berbakteri adalah wajar
Sebenarnya temuan peneliti IPB terhadap 74 sampel susu formula, 13,5 persen di antaranya mengandung bakteri berbahaya tersebut, mungkin tidak terlalu mengejutkan. Karena, USFDA (United States Food and Drug Administration) telah melansir sebuah penelitian prevalensi kontaminasi susu di sebuah negara terhadap 141 susu bubuk formula didapatkan 20 (14 persen) kultur positif E. sakazakii.
Dari berbagai penelitian dan pengalaman di beberapa negara sebenarnya WHO (World Health Organization), USFDA dan beberapa negara maju lainnya telah menetapkan bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain termasuk BPOM yang menyebutkan bahwa susu bubuk komersial aman, karena semata berbeda dalam sensitifitas dan spesifitas alat dan metoda identifikasinya.
Enterobacter sakazakii bukan merupakan mikroorganisme normal pada saluran pencernaan hewan dan manusia, sehingga disinyalir bahwa tanah, air, sayuran, tikus dan lalat merupakan sumber infeksi. Enterobacter sakazakii dapat ditemukan di beberapa lingkungan industri makanan (pabrik susu, coklat, kentan, sereal, dan pasta), lingkungan berair, sedimen tanah yang lembab.
Dalam beberapa bahan makanan yang potensi terkontaminasi E. sakazakii antara lain keju, sosis, daging cincang awetan, sayuran, dan susu bubuk E. sakazakii adalah suatu kuman jenis gram negatif dari family enterobacteriaceae. Organisma ini dikenal sebagai “yellow pigmented Enterobacter cloacae”.
Berbahaya tetapi relatif aman
Susu dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri, karena di dalamnya terdapat komponen biokimia yang juga diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Selain E. sakazakii, didapatkan berbagai bakteri lain yang sering mengkontaminasi susu formula.
Hingga saat ini tidak banyak diketahui tentang virulensi dan daya patogenitas bakteri berbahaya ini. Bahan enterotoxin diproduksi oleh beberapa jenis strains kuman. Dengan menggunakan kultur jaringan diketahui efek enterotoksin dan beberapa strain tersebut. Didapatkan 2 jenis strain bakteri yang berpotensi sebagai penyebab kematian, sedangkan beberapa strain lainnya non-patogenik atau tidak berbahaya.
Meskipun berbahaya ternyata kejadian infeksi bakteri ini sangat jarang. Di Amerika Serikat angka kejadian infeksi E. sakazakii yang pernah dilaporkan adalah 1 per 100 000 bayi. Terjadi peningkatan angka kejadian menjadi 9.4 per 100 000 pada bayi dengan berat lahir sangat rendah (<1.5 kg). Bayi prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) dan penderita dengan gangguan kekebalan tubuh adalah individu yang paling beresiko untuk mengalami infeksi ini. Pada anak sehat belum pernah dilaporkan terjadi infeksi bakteri ini.
Beberapa hal itulah yang mungkin menjelaskan kenapa sudah ditemukan demikian banyak susu terkontaminasi tetapi belum ada laporan terjadi korban terinfeksi bakteri tersebut. Bayangkan peneliti IPB mendapatkan 14 persen, sedangkan USFDA 13,5 produk susu mengandung bakteri E. sakazakii. Tapi, faktanya tidak ada satupun anak yang Indonesia dilaporkan tercemar bakteri itu.
Infeksi bakteri ini sangat jarang dan relatif tidak mengganggu untuk anak sehat. Tetapi pada kelompok anak tertentu dengan gangguan kekebalan tubuh tetap dapat mengakibatkan penyakit yang sangat berbahaya sampai dapat mengancam jiwa. Gangguan tersebut di antaranya adalah infeksi saluran kencing, neonatal meningitis (infeksi selaput otak pada bayi), sepsis (infeksi berat) dan necrotizing enterocolitis (kerusakan berat saluran cerna).
Semua Merek Sufor Tidak Steril
Masalah terpenting dalam kasus ini mungkin bukan merek susu yang tercemar. Permasalahan sebenarnya adalah semua produk susu bubuk komersial memang bukan produk yang steril. Hal ini juga pernah dialami oleh negara maju seperti Kanada, Inggris, Amerika dan negara lainnya. WHO dan USFDA sudah menetapkan bahwa susu bubuk formula komersial memang tidak steril. Jadi bukan hanya produksi lokal saja yang beresiko tetapi produksi luar negeripun resiko terinfeksi bakteri tidak jauh berbeda.
Melihat beberapa fakta ilmiah tersebut tampaknya berbagai pihak harus arif dan bijak dalam menyikapi kekawatiran ini. Pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan dan BPOM harus menyikapi secara profesional dengan melakukan kajian ilmiah mendalam baik secara biologis, epidemiologis, dan pengalaman ilmiah berbasis bukti (evidence base medicine). Berbagai elemen masyarakat seperti YLKI, Komnas Perlindungan Anak dan Ikatan Dokter Indonesia sebelum mengeluarkan opini sebaiknya harus mencari fakta ilmiah dan informasi yang benar tentang masalah ini.
Pihak pengadilan dan Mahkamah Agung sebelum mengeluarkan keputusan yang sangat penting ini seharusnya melibatkan saksi ahli yang berkompeten dan kredibel. Keputusan yang salah dalam menyikapi masalah ini akan menimbulkan dampak yang lebih besar lagi. Berbagai opini dan sikap yang tidak benar malah dapat mengakibatkan kekawatiran orangtua bertambah.
Bila pemerintah harus mengumumkan susu berbakteri tersebut akan menimbulkan masalah yang lebih besar dan kekisruhan yang lebih hebat lagi. Dampak yang buruk dan berimplikasi yang luas, baik implikasi hukum, etika penelitian, sosial, dan medis. Kalau pemerintah atau Balai POM mengumumkan merek susu tersebut pasti akan membuat pabrik susu yang bersangkutan akan sekejap gulung tikar.
Dampaknya lebih luar biasa, ratusan ribu bahkan jutaan manusia yang terkait dengan prduksi susu itu akan lebih sengsara. Belum lagi akan timbul dampak hukum baru bagi peneliti, dan pihak yang akan mengumumkan. Menurut etika penelitian selama bukan hal yang berbahaya atau mengancam nyawa manusia maka tidak boleh diumumkan secara luas obyek yang dijadikan bahan penelitian.
Kalaupun merek tersebut diumumkan juga tidak akan menyelesaikan masalah. Belum tentu merek yang lain nantinya juga aman. Bila penelitian tersebut dilakukan setiap periode sangat mungkin ada lagi susu yang tercemar. Karena pada dasarnya susu bubuk komersial adalah produk susu yang paling gampang tercemar bakteri. Bukan tidak mungkin nantinya banyak produk susu lambat laun pasti tercemar bakteri. Bila hal ini terjadi dalam perjalanan waktu tidak mustahil semua susu akan dilaporkan tercemar.
Seharusnya pemerintah mengeluarkan rekomendasi bahwa memang susu komersial bukan produk steril seperti rekomendasi WHO dan USFDA. Hal ini lebih beresiko lebih ringan, karena masyarakat akan lebih waspada dalam pencegahannya. Rekomendasi ini juga merupakan hal yang wajar karena di beberapa negara majupun hal ini sering terjadi. Sebaliknya bila susu bubuk komersial tetap dianggap aman, masyarakat tidak waspada atau lengah dalam proses penyajiannya. Selanjutnya tetap akan berdampak berbahaya pada anak yang kelompok tertentu yang beresiko terinfeksi.
Rekomendasi lain yang harus diperhatikan untuk mengurangi resiko infeksi tersebut adalah cara penyajian susu bubuk formula untuk bayi dengan baik dan benar. Pemanasan air di atas 70 derajat Celcius, bakteri yang ada dalam susu akan mati. Sedangkan pada anak yang berisiko seperti bayi prematur dan anak dengan gangguan fungsi kekebalan tubuh berat direkomendasikan dengan pemberian susu bayi formula cair siap saji.
Susu formula cair yang siap saji, dianggap sebagai produk komersial steril karena dengan proses pemanasan yang cukup. Masyarakat tidak perlu sibuk mencari produk susu mana yang tercemar. Meskipun relatif aman, ternyata semua produk susu bubuk komersial memang tidak steril. Tampaknya fenomena ini adalah peringatan Sang Pencipta manusia, bahwa para ibu mulai mengabaikan kehebatan dan keamanan ASI bagi buah hatinya.
ISI
Menurut pendapat saya, dengan ada nya kasus seperti saat ini, ada hikmah tersendiri buat seorang ibu bahwa pentingnya memberi ASI eksklusif paling sedikit 6 bulan dan paling banyak 2 tahun. Karena saya pernah mendengar di suatu berita yang saya sendiri lupa kapan waktunya, bahwa seorang anak yang mendapatkan ASI eksklusif paling sedikit 6 bulan, mempunyai daya tahan dan tingkat kecerdasan lebih baik di banding anak yang tidak mendapatkan sama sekali. Dengan kata lain bagi ibu-ibu yang telah memberi ASI eksklusif terhadap anaknya tidak perlu khawatir dengan adanya pemberitaan seperti saat ini. Asalkan kita memakai aturan yang benar dan tepat terhadap pemberian susu Formula.
Susu formula yang akan di berikan terhadap anak harus di persiapkan dengan baik dan sesuai dengan aturan pemakaianya yang terdapat pada label susu Formula tersebut. Air yang di masak harus benar-benar sampai mendidih, kemudian dibuat 70 derajat, kemudian ditutup rapat. Susu Formula yang tidak habis atau tidak di minum sama sekali oleh bayi sebaiknya di buang dan langsung cuci botol bayi dengan air mendidih, agar kuman dan bakteri yang ada pada botol susu akibat sisa susu Formula tersebut kembali steril. Serta selalu rajin menjaga kebersihan waktu membuat susu Formula seperti mencuci tangan dan menjaga kebersihan peralatan untuk membuat susu dan mencuci botol dengan bersih dan rebus botol serta dot tersebut agar benar-benar steril. Setelah air rebusan botol mendidih diamkan selama 3 menit lalu angkat botol dari rebusan air mendidih.
Berdasarkan aturan penyajian susu formula dari APMB sebelum susu disajikan, tangan harus dicuci terlebih dahulu. Pastikan semua botol dan dot benar-benar bersih dan steril. Membuat susu dengan air yang didihkan minimal 30 detik. Kemudian, tunggu hingga hangat suam-suam kuku minimal 70 derajat celcius. Air dituang sesuai dengan ukuran dalam botol. Setelah itu, tambahkan sejumlah takaran sendok susu bubuknya ke dalam botol dan segera berikan pada bayi.
PENUTUP
KESIMPULAN
Susu Formula yang di kabarkan terkontaminasi bakteri tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap buah hati, jika masyarakat sadar memberi ASI eksklusif sekurang-kurangnya 6 bulan dan sebanyak-banyaknya 2 tahun. Serta jika masyarakat selalu menjaga kebersihan botol dan peralatan susu Formula lainnya. Toh selama ini belum ada korban yang melaporkan bahwa buah hati nya keracunan atau hal lainya yang berkaitan dengan susu Formula yang terkontaminasi bakteri, kecuali masyarakat yang selalu mengabaikan kebersihan.
Akhir-akhir ini pemerintah juga sudah mengumumkan bahwa tak ada lagi susu Formula yang terkontaminasi bakteri. Semua susu Formula sudah bersih dari bakteri yang dapat merugikan tubuh buah hati, jadi masyarakat tak perlu khawatir lagi tapi tetap ASI eksklusif adalah susu terbaik yang tak ada susu Formula manapun yang dapat mengalahkan manfaatnya. ASI juga di pastikan kesterilannya karena langsung berhubungan dengan sang Ibu. Jadi kenapa masyarakat kita masih saja mengabaikan pentingnya ASI terhadap kesehatan anak, hanya demi alasan yang sebenarnya bisa di minimalisir hanya dengan Niat dari sang ibu.
DAFTAR PUSTAKA
(Dr Widodo Judarwanto SpA, dokter spesialis anak dari RS Bunda Jakarta, Klinik Kesulitan Makan, Jl. Rawasari Selatan 50, Cempaka Putih, Jakarta Pusat)